PSHT Lebih dari Silat, Warisan Persaudaraan dan Jalan Hidup

Selasa, 22 Juli 2025 16:04 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) memeragakan jurus saat mengikuti kegiatan Bumi Reog Berzikir 2018 dan Deklarasi Pemilu Damai di Alun-alun Ponorogo, Jawa Timur, Minggu (30/12/2018). Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Me
Iklan

PSHT, perguruan silat legendaris Indonesia yang menjunjung persaudaraan, keadilan, dan pembentukan karakter luhur.

***

Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) adalah salah satu perguruan pencak silat terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Bagi jutaan anggotanya, PSHT bukan hanya tempat berlatih silat, tetapi juga sekolah kehidupan: membentuk karakter, menanamkan budi pekerti luhur, dan merajut persaudaraan sejati lintas latar belakang.

Berawal dari Tekad Seorang Pejuang

PSHT berdiri di Madiun pada 1922. Pendirinya, Ki Hadjar Hardjo Oetomo, adalah murid Eyang Suro, pendiri aliran Setia Hati di Surabaya pada akhir abad ke-19. Hardjo Oetomo adalah tokoh pergerakan kemerdekaan yang gigih memperjuangkan rakyat kecil.

Saat itu, penjajahan Belanda menindas rakyat. Bagi Hardjo Oetomo, pencak silat bukan sekadar ilmu bela diri, tetapi juga alat untuk membangkitkan keberanian, persatuan, dan martabat bangsa. Ia mengembangkan ajaran Setia Hati dengan sentuhan baru: menekankan pentingnya pendidikan karakter, keadilan, dan persaudaraan.

Dengan menambahkan kata Terate (Teratai), Hardjo Oetomo ingin menanamkan filosofi mendalam: manusia PSHT harus tetap bersih hati dan budi pekertinya meski hidup di “air keruh”. Seperti bunga teratai yang tumbuh di lumpur namun tetap indah dan harum.

Profil Ki Hadjar Hardjo Oetomo

Ki Hadjar Hardjo Oetomo lahir di Madiun pada 1888. Ia dikenal sebagai pejuang perintis kemerdekaan sekaligus guru yang dihormati. Selain mendirikan PSHT, Hardjo Oetomo aktif dalam gerakan perlawanan rakyat di wilayah Madiun dan sekitarnya.

Beliau wafat pada 1952, meninggalkan warisan tak ternilai: sebuah perguruan silat yang bukan hanya melahirkan pendekar, tetapi juga pribadi yang berani, bijak, dan peduli pada sesama. Hingga kini, ajarannya masih dipegang teguh oleh jutaan warga PSHT di berbagai penjuru dunia.

Struktur dan Tradisi

PSHT memiliki struktur organisasi berjenjang, mulai dari ranting (desa/kecamatan), cabang (kabupaten/kota), pusat cabang (provinsi), hingga Pengurus Pusat di Madiun.

Setiap anggota melewati tahap latihan bertingkat, mulai siswa, warga tingkat I, hingga warga kehormatan. Puncaknya adalah ritual pengesahan, momen sakral yang menandai perubahan status dari siswa menjadi warga. Dalam prosesi malam itu, para calon warga diuji ketahanan fisik, mental, loyalitas, serta pemahaman ajaran Setia Hati. Banyak yang menganggap momen ini sebagai lahirnya “manusia baru” yang siap menebar kebaikan.

Makna Lambang PSHT

Lambang PSHT sangat sarat makna. Di dalamnya terdapat gambar teratai berdaun lima, yang melambangkan Pancasila — dasar negara sekaligus nilai hidup warga PSHT. Teratai dikelilingi sinar, simbol pancaran keutamaan hati yang tulus.

Pedang di lambang PSHT menggambarkan ketegasan dan keberanian menegakkan kebenaran. Di tengah teratai terdapat gambar hati, penegas ajaran Setia Hati: hati yang setia pada keadilan, persaudaraan, dan pengabdian pada kebenaran.

Nilai-Nilai Hidup Sehari-Hari

PSHT tidak berhenti pada gerakan silat semata. Nilai utama yang ditanamkan pada warga adalah:

  • Persaudaraan Sejati: Saling menjaga, menolong, dan tidak memandang perbedaan.

  • Budi Pekerti Luhur: Jujur, adil, dan bertanggung jawab di manapun berada.

  • Pengendalian Diri: Ilmu silat diajarkan bukan untuk pamer atau menindas, tetapi untuk membela yang benar.

  • Memayu Hayuning Bawana: Berusaha menata kehidupan agar lebih baik untuk semua.

Peran Sosial yang Nyata

Warga PSHT dikenal aktif di masyarakat. Banyak kegiatan sosial mereka jalankan, mulai dari donor darah massal, bakti sosial, penjagaan keamanan kampung, hingga penanganan bencana alam.

PSHT juga konsisten melahirkan atlet-atlet silat yang mengharumkan nama Indonesia di kejuaraan nasional maupun internasional. Pada 2019, pencak silat diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia, dan PSHT menjadi salah satu penjaganya.

Tantangan Zaman dan Adaptasi

Sebagai perguruan besar, PSHT juga dihadapkan pada tantangan: jumlah anggota yang besar membuat risiko konflik terbuka, terutama dengan perguruan lain, kadang tak terhindarkan. Namun, pengurus PSHT terus menekankan etika perguruan: kekuatan silat harus dijaga untuk tujuan mulia, bukan kesombongan.

Di era digital, PSHT berinovasi dengan membuat wadah diskusi online, menyelenggarakan pelatihan daring, dan memperluas jaringan lintas negara tanpa meninggalkan akar ajaran leluhur.

Bukan Sekadar Silat

Lebih dari seratus tahun setelah berdiri, PSHT tetap tumbuh sebagai rumah persaudaraan dan sekolah kehidupan bagi jutaan orang. Di setiap gerakan jurusnya, PSHT mengajarkan disiplin. Di setiap ajarannya, PSHT menanamkan keberanian membela kebenaran.

Di tengah arus modernisasi yang kadang membuat manusia makin individualis, PSHT menjadi pengingat: kekuatan sejati bukan pada otot, tetapi pada hati yang setia pada kebenaran, keadilan, dan persaudaraan.

PSHT akan terus mekar — seperti bunga teratai di air keruh — menebar keindahan dan makna bagi siapa pun yang mau belajar arti setia hati.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana

80 Pengikut

img-content

Strategi Pertumbuhan Konglomerat

Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
img-content

Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking

Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler